Rabu, 16 Desember 2009

Mendorong Partisipasi Masyarakat Sipil Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Pasca UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasca amandemen UUD 1945 penyempurnaan ketentuan normatif bagi otonomi daerah (otda) perlu dilakukan. Penyempurnaan ini berkaitan dengan hirarkhi pemerintahan dalam kerangka NKRI, mekanisme pemilihan DPRD dan Kepala Daerah, serta hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Hirakhi pemerintahan tidak secara tegas diatur dalam UUD 1945 sebelum amandemen, karena hanya menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan undang-undang.

Sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat menjadi kata kunci pelaksanaan otda. Karena semangat dari otda adalah mendekatkan pelayanan pemerintah kepada warga negara yang selama masa pemerintahan orde baru lebih bercorak sentralistis (jakarta minded). Dalam kerangka itulah seharusnya pelaksanaan otda dipahami oleh pemerintah daerah, bukan malah memindahkan kekuasaaan politik jakarta ke daerah sehingga melahirkan raja-raja kecil dengan keinginan untuk dilayani dan menumpuk kekayaan pribadi. Bagaimana pelayanan dan partisipasi masyarakat daerah dapat ditingkatkan dalam pelaksanaan pembangunan menjadi isu krusial otda?


Baca selengkapnya download disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar