Kamis, 01 Oktober 2009

UU Pengadilan Tipikor

UU Pengadilan Tipikor telah banyak menguras energi warga bangsa, karena atas undang-undang ini keberlanjutan eksistensi Pengadilan Tipikor dipertaruhkan. Tetapi dalam pembahasan substansinya, ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin melemahkan usaha pemberantasan korupsi. Yaitu dengan pertama, mencoba mencabut kewenangan penuntutan yang dimiliki KPK. Padahal dalam UU KPK sudah memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Kedua, keberadaan pengadilan tipikor. DPR akhirnya menyetujui pengadilan tipikor berada di Pengadilan Negeri. Artinya bahwa pengadilan tipikor akan ada disetiap kota/kabupaten, tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yaitu pada awalnya di setiap ibukota Propinsi. Kemudian dalam kurun waktu 2 tahun setelah pengesahan UU Pengadilan Korupsi didirikan di setiap kota/kabupaten.

Ketiga, komposisi hakim pengadilan tipikor. Komposisi hakim inilah yang akan menentukan komitmen hakim dalam hal ini MA atau Ketua Pengadilan dalam pemberantasan korupsi. Karena komposisi hakim yang memeriksa perkara korupsi ditentukan oleh MA dan Ketua Pengadilan dengan prinsip hakim karier lebih mendominasi dibandingkan dengan hakim adhoc. Dengan demikian hakim adhoc akan menjadi 'kambing congek' dalam proses peradilan tipikor.

Keempat, dualisme penuntutan dan pertarungan eksistensi instansi lembaga pemberantasan korupsi. Sebagaimana diketahui bahwa KPK bukan lembaga yang mendominasi penuntutan kasus tindak pidana korupsi, melainkan ada kejaksaan. Dengan adanya 'wadah' tunggal pengadilan tipikor dan adanya dua lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penuntutan maka akan terjadi pertarungan antara kedua lembaga tersebut. Dan dengan minimnya (prioritas) sumber daya yang dimiliki KPK baik ditingkat propinsi atau nanti di setiap kota/kabupaten maka akhirnya penuntutan kasus tipikor akan ditangani oleh kejaksaan. Kemungkinan ini didukung dengan kewenangan KPK untuk mensupervisi instansi yang mempunyai kewenangan untuk memberantas korupsi. Artinya dengan keterbatasan anggaran maka kinerja KPK di daerah akan terbatas dan membuka peluang penuntutan ditangani oleh kejaksaan.

Keempat hal tersebut yang menjadi focal point dari UU Pengadilan Tipikor. Untuk itu agar dapat mengetahui substansi UU Pengadilan TIpikor dan kesempatan melakukan kajian, maka dapat melihat UU Pengadilan Tipikor versi bahan untuk rapat paripurna tanggal 29 September 2009. Diharapkan dengan bahan tersebut dapat memberikan informasi yang masih terbatas mengenai substansi UU Pengadilan TIpikor.

Baca atau download UU Pengadilan Tipikor versi Rapat Paripurna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar